Strategi Cepat Tanggap Menguatkan Ekonomi Nasional melalui Sektor Pertanian di Era New Normal

Kembali menilik bagaimana Indonesia saat ini mempunyai potensi di sektor pertanian untuk bertahan di era New Normal. Hasil-hasil pertanian Indonesia yang beragam dan sudah mulai ke arah industri pertanian seharusnya bisa dimanfaatkan dengan maksimal. Indonesia mempunyai hasil produksi yang beragam, seperti : padi/beras, kelapa sawit, cengkeh, kokoa, jagung, kacang-kacangan, karet, kayu manis, kedelai dan lain-lain. Hasil-hasil pertanian Indonesia tersebut tersebar di seluruh daerah di Indonesia. Sebagai contoh hasil produksi padi/beras dan kelapa sawit untuk diteliti karena beras saat ini mengalami swasembada dan industri kelapa sawit mendapatkan perhatian khusus dari masyarakat.

Padi atau beras saya jadikan contoh karena padi merupakan hasil produksi pertanian utama di dalam negeri dan menjadi kebutuhan sehari-hari masyarakat di Indonesia. Tercatat dalam data BPS produksi padi pada ARAM-II 2017 sebesar 81,3 juta ton GKG naik dari sebelumnya 2016 sebesar 79,3 juta ton GKG dan  2015 sebesar 75,3 juta ton. Produksi 2017 naik 15,1 persen dibandingkan 2014. Produksi ini meningkatkan ketersediaan beras 45,5 ton sehingga surplus dibandingkan kebutuhan konsumsi sekitar 33 juta ton setiap tahunnya.

Menurut sumber kompas.com Sepuluh Provinsi di Indonesia tersebut adalah Jawa Timur (1,1 juta ton), Jawa Tengah (779 ribu ton), Jawa Barat (540 ribu ton), Sulawesi Selatan (490 ribu ton), NTB (155 ribu ton), DKI Jakarta dan Banten (86  ribu ton), Lampung (69 ribu ton), Sumatra Selatan (68 ribu ton), DIY Yogyakarta (66 ribu ton) dan DI Aceh (46 ribu ton).

Kelapa sawit saya jadikan contoh produksi pertanian karena kelapa sawit mempunyai hasil produksi dalam negeri yang sedang meningkat dan cukup konsisten. Hampir sebagian besar masyarakat pasti sudah mengetahui jika kelapa sawit merupakan bahan baku utama dari minyak goreng. Padahal kelapa sawit tidak hanya diolah menjadi minyak goreng saja, namun juga dapat diolah menjadi produk lain salah satunya sabun. Tidak heran jika sebagian besar masyarakat secara tidak langsung sangat bergantung pada kelapa sawit. Hal ini juga menjadikan kelapa sawit sebagai komoditas terpenting di Indonesia. Saat ini sudah banyak dilakukan budidaya kelapa sawit di beberapa tempat di Indonesia. Konsep budidaya kelapa sawit sebagian besar berupa perkebunan yang jumlahnya sangat luas. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dari Publikasi Desember 2019, luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 14,32 juta hektar. Rinciannya, perkebunan besar sebesar 8,51  juta hektar dengan produksi kelapa sawit 26,57 juta ton. Lalu perkebunan kelapa sawit rakyat seluas 5,81 juta hektar dengan produksi sebesar 13,99 juta ton. Berdasarkan wilayah, Riau masih jadi langganan provinsi dengan luas kebun sawit terbesar di Indonesia yang mencapai 2,74 juta hektar di 2018. Produksi kelapa sawitnya dicatat BPS sebanyak 8,59 juta ton.

Urutan kedua ada Sumatera Utara dengan luasan perkebunan sawit mencapai 1,74 juta hektar dengan produksi tandan sawit 5,37 juta ton. Lalu berturut-turut Kalimantan Barat seluas 1,53 juta hektar, Kalimantan Tengah 1,51 juta hektar, Sumatera Selatan 1,19 juta hektar, Kalimantan Timur 1,08 juta hektar. Di Pulau Jawa, luas perkebunan sawit relatif tak terlalu besar. Itu pun hanya ada di Jawa Barat sebesar 17.600 hektar dan Banteng seluas 20.600 hektar. Ada 8 provinsi di Indonesia yang tanahnya sama sekali belum terjamah perkebunan sawit. Daerah-daerah tersebut yaitu DKI Jakarta, Jawa Tengah, DIY Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTT, NTB, dan Sulawesi Utara. Sementara Maluku Utara yang di tahun 2017 belum memiliki kebun kelapa sawit, di tahun 2018 tercatat sudah memiliki lahan sawit seluas 6.900 hektar.

Indonesia harus berfokus pada pemberdayaan ekonomi rakyat berbasis pertanian, karena sebagian besar hidup masyarakat Indonesia bergantung pada sektor pertanian. Pertanian selalu dibutuhkan manusia oleh karena itu sektor pertanian mempunyai peluang untuk memajukan perekonomian Indonesia. Dibutuhkan pasokan produksi hasil pertanian yang konsisten, dengan rantai pemasaran yang terkoordinasi oleh pemerintah secara menyeluruh di setiap daerah di Indonesia. Fokus satu hasil produk pertanian saja atau dua produk misalnya beras dan kelapa sawit.

Permasalahan pertanian di Indonesia masih cukup banyak dan mencakup berbagai aspek. Kurang terkoordinasinya rantai pemasaran dari hasil pertanian dapat menyebabkan kekosongan untuk di ekspor bahkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pentingnya mencoba ide baru dan menerapkan inovasi baru bagi sistem pemasaran pertanian. Dari data BPS yang sudah tercatat (kita mengambil data beras dan kelapa sawit saja), terdapat beberapa daerah dengan hasil produksi yang cukup memuaskan. Ini bisa menjadi perhatian pemerintah untuk membuat Supply Chain Management di sektor pertanian.

Apa itu Supply Chain Management? Supply Chain Management (SCM) adalah rangkaian kegiatan yang diperlukan untuk merencanakan, mengendalikan, dan menjalankan arus produk. Ini meliputi proses perolehan bahan baku, proses produksi, hingga distribusi produk ke konsumen akhir, dengan cara yang paling efisien dan hemat biaya. SCM merupakan usaha yang luas dan kompleks yang bergantung pada setiap mitra dari pemasok hingga produsen dan seterusnya, supaya dapat berjalan dengan baik. Tujuan dari manajemen rantai pasokan sendiri adalah untuk memaksimalkan nilai pelanggan dan mendapatkan keunggulan kompetitif di pasar. Untuk mencapainya, dibutuhkan berbagai upaya, baik strategi bisnis dan perangkat lunak khusus. Ada beberapa aktivitas yang dilibatkan dalam tahap perencanaan,  mulai dari prakiraan permintaan konsumen, perencanaan pembelian, dan perencanaan produksi, hingga persiapan tenaga kerja dan transportasi.

Jika SCM diterapkan di sektor pertanian maka penjualan hasil pertanian akan terorganisir dengan baik. Pemerintah bisa mengendalikan semua hasil produksi pertanian sampai ke tangan pembeli. Kerja sama dengan pihak swasta juga bisa dilakukan. Untuk menerapkan SCM di sektor pertanian harus sangat diperhatikan bahan baku produksi pertanian. Memang konsistensi hasil produksi pertanian menjadi kendala juga untuk industri pertanian yang mempunyai input yang konsisten. SCM memerlukan bahan baku yang konsisten. Dibutuhkan beberapa strategi untuk menerapkan SCM di sektor pertanian.

Langkah awal yang harus dilakukan pemerintah untuk menerapkan SCM adalah memetakan daerah-daerah penghasil bahan baku produksi pertanianyang mampu memberikan hasil yang cukup konsisten setiap panen misalnya beras dan kelapa sawit. Bisa dibagi dari daerah-daerah yang sudah dipetakan untuk menyuplai bahan baku tersebut. Setelah itu lakukan rata-rata hasil produksi bahan baku produksi pertanian tersebut dan hitung berapa yang bisa di jual secara konsisten tiap konsumen membutuhkan produk tersebut (beras dan kelapa sawit, berlaku juga untuk produk hasil pertanian yang lain). Setelah itu perhatikan jangka waktu kadaluarsa dari hasil produksi bahan baku pertanian dan gudang penyimpanannya. Setelah itu pikirkan biaya transportasi dan biaya-biaya yang menyangkut efektifitas penerapan SCM di sektor pertanian.

SCM membutuhkan kecanggihan teknologi untuk memudahkan penerapannya. Majunya teknologi yang ada di era industri 4.0 seharusnya dapat membantu menyelesaikan kendala dalam pemasaran produk pertanian. Kemajuan teknologi sistem informasi dan komunikasi memudahkan petani memasarkan hasil produksi pertanian.

Dalam agribisnis yang terpenting adalah bagaimana hasil produksi pertanian dapat terjual. Sebagai petani yang mengerti konsep agribisnis, mereka harus bisa memasarkan hasil pertaniannya dalam kondisi apapun. Menurut saya perlu peran pemerintah dalam mendukung pemasaran hasil pertanian dengan Supply Chain Management (SCM). Tidak dapat dipungkiri bahwa supply chain management bisa menjadi rangkaian kegiatan yang sangat kompleks. Semakin besar bisnis pertanian yang dikelola negara maka semakin kompleks pula rantai pasokannya. Kembali pemanfaatan teknologi sangat penting dalam penerapan SCM. Caranya adalah dengan meningkatkan efisiensi dalam setiap proses yang terlibat dalam manajemen rantai pasokan. Pemerintah harus dapat memastikan memperoleh barang atau bahan baku dari pemasok dalam waktu dan jumlah yang tepat, sehingga tidak perlu ada penundaan yang menghambat pemenuhan kebutuhan. Ini mungkin terdengar sulit, namun dengan bantuan sistem SCM, semuanya dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif. Dibutuhkan tenaga ahli untuk melaksanakan Supply Chain Management (SCM) .

Pentingnya kerjasama petani dalam menyediakan produksi yang konsisten menjadi poin utama dalam ketersediaan bahan baku hasil produksi pertanian yang nantinya akan dikelola. Semoga dengan berhasilnya pemasaran hasil pertanian di Indonesia secara makro dapat mensejahterakan petani dan banyak masyarakat Indonesia mau menjadi petani. Mari majukan negara Indonesia melalui sektor pertanian sebagaimana sebutan negara Indonesia adalah negara agraris.

Oleh: 

Daniel Sochinafao Christian (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa)

Daftar Pustaka:

Aninditakanya.2019. “Pengertian Supply Chain Management (Manajemen Rantai Pasokan)” ,https://www.hashmicro.com/id/blog/pengertian-supply-chain- management/. Diakses pada 21 Juli 2020 pukul 22.13

Idris Muhammad. 2020. “ Deretan Daerah Dengan Lahan Sawit Terluas, Siapa Juaranya?”, https://money.kompas.com/read/2020/02/01/164000226/deretan- daerah-dengan-lahan-sawit-terluas-siapa-juaranya-?page=all . Diakses pada 21 Juli 2020 pukul 22.40

Mudassir Rayful. 2018. “18 Propinsi Penghasil Sawit Rumuskan Dana Bagi Hasil”,

https://kabar24.bisnis.com/read/20200112/15/1189181/18-provinsi-

penghasil-sawit-rumuskan-dana-bagi-hasil. Diakses pada 21 Juli 2020 pukul 22.50

Pitoko, Ridwan Aji. 2018. “ 5 Persoalan ini Masih Dihadapi Petani Indonesia”, https://amp.kompas.com/ekonomi/read/2018/08/02/154900926/5-persoalan- ini-masih-dihadapi-petani-indonesia. Diakses pada 21 Juli 2020 pukul 22.26

Leave a Reply