Smart Village Mendorong Perubahan Sosial Masyarakat Desa

Oleh: Nugroho Hasan (PKP Universitas Sebelas Maret Surakarta)

 

Perkembangan teknologi saat ini semakin menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan. Adanya teknologi mengubah pola hidup masyarakat dalam kehidupan sehari-hari baik dari interaksi sosial, bisnis, pendidikan, dan lain-lainnya. Salah satu teknologi yang terus berkembang adalah internet. Hadirnya Internet telah menunjang efektivitas dan efisiensi operasional perusahaan/instansi, terutama peranannya sebagai sarana komunikasi, publikasi, serta sarana untuk mendapatkan berbagai informasi yang dibutuhkan (Asriani, 2011).

Perkembangan teknologi saat ini membuat jarak antara sesama tidak terbatas oleh tempat dan waktu. Teknologi membuat setiap manusia menjadi lebih dekat. Akses masyarakat desa semakin dekat dengan adanya teknologi. Masuknya teknologi tersebut membentuk sebuah paradigma baru dalam masyarakat sehingga lebih terampil dalam implementasi teknologi. Konsep pemerintahan pada pedesaan menjadi intervensi utama dalam implementasi teknologi internet masuk ke desa. Smart village menjadi paradigma baru pedesaan di Indonesia dalam melaksanakan pemerintahannya. Smart village merupakan desa yang secara inovatif menggunakan teknologi informasi untuk meningkatkan kualitas hidup, efisiensi dan daya saing dalam aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan yang dalam penerapannya tidak hanya mampu menerapkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, tetapi juga mengembangkan potensi desa dalam berbagai bidang, meningkatkan ekonomi, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa berbasis teknologi informasi dan komunikasi (BBLM Yogyakarta, 2020).

Paradigma baru penerapan smart village di Indonesia akan mendorong perubahan masyarakat tradisional ke arah modern. Dorongan perubahan tersebut akan terus meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan disrupsi era yang terus melanda. Berbagai perubahan sosial dalam masyarakat akan terjawab oleh kesadaran manusia dalam beradaptasi dari waktu ke waktu.
Konsep smart village difokuskan pada daerah pedesaan dan komunitas dengan membangun kekuatan dan aset saat ini serta mengembangkan peluang baru. Pada konsep smart village, tradisi, jaringan. dan layanan baru ditingkatkan melalui teknologi digital yang lebih baik. Telekomunikasi, inovasi dan penggunaan pengetahuan, untuk kepentingan komunitas pedesaan dan bisnis. Teknologi digital dan inovasi dapat mendukung kualitas kehidupan, standar hidup yang lebih tinggi, layanan publik untuk warga negara, penggunaan sumber daya yang lebih baik, lebih kecil dampak lingkungan, dan peluang baru untuk rantai nilai pedesaan dalam hal produk yang lebih baik. Konsep smart village tidak mengusulkan solusi satu ukuran untuk semua. Smart village diiimplementasikan atas kepekaan daerah berdasarkan kebutuhan dan potensi masing-masing daerah dan strateginya didukung dengan strategi teritorial baru atau yang sudah ada. Hal penting dalam smart village adalah teknologi dalam investasi dalam infrastruktur, pengembangan bisnis, pengembangan kapasitas sumber daya manusia komunitas (Fajrillah, Zarina, 2018).

Penekanan pada konsep smart village adalah basis teknologi informasi dalam segi pelaksanaannya, meskipun masih banyak tafsir tentang smart village itu sendiri. Implementasi smart village pada tiap desa berbeda-beda bergantung pada kemampuan elemen desa. Menurut Ayu, 2018; Munir, 2017; Nazarudin, 2017 dalam Herdiana (2019), beberapa desa di Indonesia telah mengimplementasikan smart village diantaranya: desa cerdas Pondok Ranji di Tangerang Selatan yang dinyatakan sebagai desa cerdas pertama di Indonesia oleh Kementerian Desa dikarenakan berhasil mengembangkan pendidikan nonformal kejar paket A, B dan C. Desa Cibuntu, Kota Cirebon, dinyatakan sebagai desa cerdas karena berhasil mendorong pembuatan wajan bolik untuk memperkuat sinyal seluler sehingga akses internet menjadi mudah. Desa Geluran Taman, Kabupaten Sidoarjo, dinyatakan sebagai desa cerdas dikarenakan adanya upaya yang mendorong penggunaan bahasa Inggris secara informal bagi masyarakatnya. Desa Pacing, Kabupaten Klaten, dinyatakan sebagai desa cerdas dikarenakan berhasil membangun masjid dengan konsep eco-architecture. Desa-desa tersebut menjadi bukti adanya upaya untuk mengembangkan potensi desa berdasarkan kemampuannya masing-masing. Namun, dilihat dalam konteks smart village, belum ada kesepahaman seperti apa idealnya konsep “cerdas” jika dilekatkan dengan desa. Sebuah konsep smart village yang tidak hanya mampu menerapkan penggunaan teknologi informasi, tetapi juga mampu mengembangkan potesi desa, meningkatkan ekonomi dan menciptakan kualitasi hidup masyarakat yang berkualitas berbasis kepada pemanfaatan teknologi informasi (Herdiana, 2019).

Dimensi smart village menurut Rini Rachmawati (2018), yaitu 1) pemerintahan yang smart (smart governance), 2) masyarakat yang smart (smart community), 3) ekonomi yang smart (smart economy), dan 4) lingkungan yang smart (smart environment). Sedangkan terkait dengan smart mobility, smart transportation, dan smart people kurang sesuai bila diterapkan sebagai target pencapaian untuk Smart Village. Terkait dengan smart branding, beberapa desa yang memiliki potensi dapat diarahkan untuk pencapaiannya. Pemanfaatan sistem informasi teknologi menjadi sebuah hal mutlak dalam pencapaian kesuksesan smart village. Herdiana (2019) menjelaskan bahwa pengembangan smart village akan mendukung smart regency dan smart city, secara umum konsep smart village mengedepankan local genius yang dimiliki masyarakat yang dikombinasikan dengan sistem teknologi. Kerangka dasar smart village dari aspek pendekatan bottom up, posisi pemerintah sebagai fasilitator, masyarakat sebagai customer, proses pengembangan dengan penguatan kesadaran partisipasi seluruh elemen, prioritas sasaran pada masyarakat miskin menengah dan belum diberdayakan, kunci keberhasilannya yaitu Pendekatan sosial-kultural menjadi basis utama. Adanya identifikasi yang valid terhadap berbagai nilai, karakter, norma dan masalah yang ada di masyarakat menjadi dasar keberhasilan smart village; dan tujuan dari penerapan smart village adalah terwujudnya pemberdayaan, penguatan kelembagaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat perdesaan yang didasarkan atas pemanfaatan teknologi informasi.

Konsep smart village tersebut menjadi sebuah representasi baru bagi masyarakat untuk bersinergi antara kearifan lokal dan sistem informasi teknologi. Konsep tersebut akan sangat relevan dengan perubahan perilaku sosial masyarakat desa dalam berinteraksi da.lam kegiatan kemasyarakatan dan lainnya. Konsep perubahan sosial sendiri akan terbentuk seiring keberjalanan waktu karena adanya disrupsi era.

Masyarakat menurut Horton dan Hunt (1987) dalam Damsar dan Indrayani (2016), masyarakat merupakan manusia yang secara relatif mandiri, yang hidup bersama-sama cukup lama, yang mendiami suatu wilayah mandiri, memiliki kebudayaan yang sama, dan melakukan sebagian besar kegiatannya dalam kelompok tersebut. Pola masyarakat tersebut terbentuk secara kultural melalui proses yang panjang dalam kelompok. Menurut UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, desa adalah kesatuan masyarakat hokum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konsep desa tersebut meunjukkan bahwa adanya pola-pola sosial yang terbentuk dalam masyarakat. Pedesaan yang berdasar asal usul adat istiadat masyarakat sangat identik dengan perubahan sosial.

Manusia makhluk dinamis dalam kehidupan sehari-harinya. Perubahan sosial terjadi karena manusia bagian dari gejala perubahan sosial dan perubahan sosial tentu terjadi pada multisektor. Perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok masyarakat. Menurut William F. Ogburn, ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh unsur-unsur material terhadap unsur immaterial. Konsep perubahan sosial menurut Gillin dan Leibo (1986) dalam Irwan & Indraddin (2016), perubahan sosial merupakan perubahan yang terjadi pada kehidupan manusia yang diterima, berorientasi kepada perubahan kondisi geografis kebudayaan materiil, komposisi penduduk, ideologi, maupun difusi dalam penemuan-penemuan hal-hal baru. Perubahan sosial menjadi suatu konsep dasar terjadinya inovasi dan penerimaan hal baru baik dari dalam maupun dari luar.

Kedinamisan manusia, utamanya masyarakat desa akan memicu difusi inovasi dalam masyarakat walaupun dalam waktu lama. Difusi inovasi pada dasarnya yaitu proses bagaimana inovasi disampaikan melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial (Rogers, 1995). Proses tersebut akan menimbulkan perubahan sosial dalam masyarakat. Bentuk-bentuk perubahan sosial terbagi menjadi 2 yaitu, perubahan yang lambat (evolusi) dan perubahan yang cepat (revolusi). Evolusi yaitu perubahan atau perkembangan secara berangsur-angsur pada makhluk hidup dari satu generasi ke generasi lain, sedangkan revolusi merupukan perubahan secara besar, mendadak, dan cepat (Osman WRM & Chong Sin, 2019).

Pengembangan smart village dalam prosesnya memerlukan analisis tentang berbagai nilai, karakter dan norma yang ada di masyarakat. Hal ini menjadi penting karena masyarakat ditempatkan sebagai customer dari teknologi informasi. Masyarakat diberikan prioritas mengenai potensi dan karakter mana yang ingin dikembangkan dan dilembagakan melalui dukungan teknologi informasi, sehingga akan tercipta pemanfaatan teknologi yang tepat guna didasarkan kepada kebutuhan dan karakter masyarakat dalam kerangka smart village. Alasan lainnya, yaitu dengan adanya identifikasi secara mendalam terhadap berbagai nilai, karakter dan norma yang ada, maka akan menentukan ukuran dari teknologi informasi yang akan dipergunakan, mengingat adopsi teknologi informasi dalam praktiknya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Jadi, pada akhirnya diharapkan akan terjalin kesesuian antara nilai, karakter, norma (Herdiana, 2019).

Perubahan sosial akibat adanya smart village mencakup elemen-elemen yang ada pada smart village, yaitu smart government, smart community, smart economy, smart living, smart environment, dan smart mobility. Berikut beberapa perubahan tersebut menurut analisis penulis berdasarkan kegiatan pengabdian masyarakat di Desa Gondangmanis Karanganyar.

  1. Smart government, perubahan pola administrasi dan pertemuan rapat aparat desa, yang tadinya administrasi secara konvensional dengan buku, sekarang menggunakan media arsip online pada dokumen Microsoft.
    Smart community, perubahan pola interaksi masyarakat desa yang semakin jarang bertemu langsung untuk memberikan informasi tertentu karena adanya grup whatsapp pada tiap tingkatan baik RT, RW, Dusun, Desa, maupun di setiap organisasi.
  2. Smart living, pada masyarakat desa sampel tersebut untuk masyarakat tetap menjunjung tinggi modal sosial sehingga budaya-budaya yang ada seperti tahlilan, yasinan, dan kenduri pada desa tersebut tetap lestari, hanya informasi terkait hal tersebut melalui media whatsapp
  3. Smart economy, perubahan paling mencolok terjadi pada elemen ini. Perubahan masyarakat dalam metode penjualan barang dagangan dari yang dahulu hanya mengandalkan didatangi pelanggan, saat ini sudah kreatif dengan memanfaatkan media sosial untuk penjualan barang dagangannya sehingga sudah bergeser polanya.
  4. Smart environment, adanya smart village belum dapat mengubah besar kondisi lingkungan yang pada wilayah tersebut. Belum adanya penerapan lingkungan berkelanjutan untuk mengoptimalkan potensi desa sehingga belum dapat dikatakan implementasi smart village.
  5. Smart mobility, hal ini telah terimplementasi dengan berbagai perbaikan akses jalan desa untuk menunjang masyarakat dalam mobilitas kerja ke luar.

Perwujudan intervensi teknologi dalam smart village dapat dilakukan untuk mendukung hubungan antara pemerintah. Berikut hubungan antara pemerintah dengan lingkungan berbasis teknologi informasi (Herdiana, 2019). Intervensi teknologi informasi adalah sinegisitas antara fungsi pemerintah desa dan nilai, budaya, struktur sosial, dan lingkungan alam pada desa untuk mewujudkan kebijakan pengembangan pedesaan berbasis teknologi informasi. Bentuk sinergisitas lainnya adalah masyarakat pedesaan dengan lingkungan perdesaan. Hubungan tersebut menggambarkan bahwa intervensi teknologi informasi terhadap masyarakat pedesaan dan lingkungan pedesaan dilandasi pengembangan dan pemanfaatan nilai adat, budaya, sosial, lingkungan dalam mewujudkan lingkungan berkelanjutan sehingga potensi lingkungan yang ada dapat termanfaatkan oleh masyarakat. Upaya tersebut pada akhirnya akan membentuk siklus yang inklusif pada masyarakat sehingga tidak ketergantungan kepada dunia luar.

Pengaruh adanya smart village kepada masyarakat desa pada umumnya adalah perubahan masyarakat desa untuk beradaptasi pada berkembangnya zaman utamanya disrupsi era. Disrupsi yang baik adalah tetap menjaga local genius masyarakat desa sebagai modal utama dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan desa sehingga timbul suatu intervensi sistem informasi teknologi yang holistik tanpa mengesampingkan nilai-nilai yang ada. Intervensi sistem informasi teknologi dalam smart village seharusnya dapat tumbuh ke arah positif kepada masyarakat desa untuk mendukung perekonomian dan mobilitas sehingga diperlukan fasilitator dalam implementasi smart village.

DAFTAR PUSTAKA

Asriani. (2011). Pemanfaan Internet Marketing dalam Pemasaran Produk Unggulan Pertanian Provinsi Gorontalo. Jurnal Komunikasi KAREBA, 3(1), 250.
Damsar & Indrayani. (2016). Pengantar Sosiologi Perdesaan. Jakarta: Kencana.
Fajrillah, Zarina, W. (2018). Smart city vs smart village. Jurnal Mantik Penusa.
Herdiana, D. (2019). Pengembangan Konsep Smart Village Bagi Desa-Desa di Indonesia (Developing the Smart Village Concept for Indonesian Villages). JURNAL IPTEKKOM : Jurnal Ilmu Pengetahuan & Teknologi Informasi. https://doi.org/10.33164/iptekkom.21.1.2019.1-16
Indraddin & Irwan. (2016). Strategi dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: Deepublish.
Osman WRM & Chong Sin. (2019). Fenomena Evolusi dan Revolusi Makna Perkataan Melayu: Tinjauan Awal. Asian Journal of Environment, History, and Heritage, 3(2), 195-210.
Pradiani, T. (2017). Pengaruh Sistem Pemasaran DIgital Marketing terhadap Peningkatan Volume Penjualan Industri Rumahan. JIBEKA, 11(2), 46.
Fajrillah, Zarina, W. (2018). Smart city vs smart village. Jurnal Mantik Penusa.
Herdiana, D. (2019). Pengembangan Konsep Smart Village Bagi Desa-Desa di Indonesia (Developing the Smart Village Concept for Indonesian Villages). JURNAL IPTEKKOM : Jurnal Ilmu Pengetahuan & Teknologi Informasi. https://doi.org/10.33164/iptekkom.21.1.2019.1-16
Rini Rachmawati. (2018). Pengembangan Smart Village untuk Penguatan Smart City dan Smart Regency. Jurnal Sistem Cerdas. https://doi.org/10.37396/jsc.v1i2.9
Rogers, E. M. (1995). Diffusion of Innovations, Fourth Edition. In Elements of Diffusion.

Leave a Reply