PRESS RELEASE AUDIENSI POPMASEPI DENGAN KOMISI IV DPR RI: REFORMA AGRARIA UNTUK KEDAULATAN PANGAN

Senin (28/9), Perhimpunan Organisasi Profesi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia (POPMASEPI), melakukan audiensi secara daring yang dipandu oleh Noviyanti (Sekretaris Umum DPP POPMASEPI) bersama Komisi IV DPR RI yang diwakilkan oleh Dr. Endang Setyawati. Audiensi dimulai pukul 14.00 hingga pukul 16.00 WIB. Audiensi dihadiri oleh beberapa elemen POPMASEPI, diantaranya MPA, Ketua Umum DPP, para Ketua DPW, serta bidang Kastrad DPP dan Kastrad setiap DPW. Audiensi juga disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube POPMASEPI. Terdapat tiga pokok hasil kajian yang diangkat dalam audiensi ini, yaitu mengenai program food estate, RUU Omnibus Law, dan Reforma Agraria.

Audiensi diawali dengan pemaparan dari saudara Sahabudin Letsoin yang mewakili Kastrad DPP mengenai program food estate, program food estate  di Kalimantan Tengah merupakan bagian dari RPJM 2014-2019, realisasinya tidak terlepas dari peringatan FAO mengenai ancaman kelaparan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. Di awal pelaksaannya saja telah menimbulkan berbagai polemik, diantaranya yaitu penunjukkan Menhan, Prabowo Subianto oleh Presiden Jokowi sebagai nahkoda progam food estate, masalah kelayakan tanah, dan dampak lingkungan yang akan ditimbulkan. Kemudian hal substansial yang menjadi sorotan yakni terkait posisi petani di dalam program food estate, serta persiapan SDM dan tekonologi pertanian dalam pelaksanaan program food estate. Dipertajam oleh Wa Ode Mustika selaku perwakilan Kastrad DPW V dan DPW IV dengan beberapa poin penyampaian yaitu “Apakah skema petani dalam program food estate ini sudah jelas?”, “Apakah jumlah lahan yang dibuka sudah jelas?”, “Apakah tekhnologi yang digunakah tidak mencemari lingkungkan?”. Ia menghimbau kepada Pemerintah untuk mengkaji kembali, agar dana enam triliun yang dikeluarkan tepat sasaran dan dapat mendukung terwujudnya program diversifikasi pangan.

Menanggapi pertanyaan tersebut Dr. Endang Setyawati memberikan penjelasan bahwa DPR RI juga sudah menanyakan hal yang sama kepada Kementerian Pertanian, namun belum bisa dibahas bersama Kementerian Pertahanan karena bukan termasuk mitra kerja komisi IV.  Memang terdapat pembagian tugas antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Pertahanan dengan tupoksinya masing-masing. Kemudian Kementrian Pertanian juga sudah mencanangkan akan mengembangkan padi varietas yang sesuai dengan kondisi lahan. Selain itu, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian mempunyai professor sebanyak 240 orang dan 500 doktor yang mempunyai tugas untuk meneliti, akan tetapi memang anggaran yang ada belum memadai untuk melakukan penelitian. Hal tersebut dikarenakan hanya 5 persen dari anggaran keseluruhan Kementerian Pertanian yang digunakan untuk penelitian, dimana seharusnya sebanyak 30 persen sampai 50 persen dana yang digunakan untuk penelitian.  Kementerian Pertanian hanya mengarap 30 ribu hektar lahan yang akan ditanami padi varietas tertentu yang sudah diteliti.

Selanjutnya penyampaian aspirasi mengenai Omnibus Law, Letsoin menyatakan bahwa fokus utama yang disoroti yaitu mengenai RUU Cipta Kerja klaster pertanian, dimana terdapat empat UU yang akan direvisi ataupun diubah, yakni UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, UU No. 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, serta UU No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura. Belakangan diketahui bahwa di Senayan pembahasan RUU Omnibus Law masih terus berlanjut. Ia lalu mempertanyakan sejauh mana pembahasan klaster pertanian RUU Omnibus Law, di lain sisi dunia masih dilanda pandemi Covid-19, sehingga alangkah baiknya DPR menghentikan pembahasan Omnibus Law dan fokus pada pengawasan persoalan kesehatan dan pemulihan ekonomi negara. Kemudian disambung oleh Fatun Naja perwakilan dari DPW II dan DPW III dengan menjelaskan secara rinci beberapa pasal revisi yang kontroversial. Ia juga menanyakan kejelasan Omibus Law ini, apakah menjadi UU baru atau UU penganti, jika menjadi UU baru harusnya ada syarat syarat yang harus dipenuhi.

Menanggapi hal tersebut, Dr. Endang Setyawati mengatakan bahwa DPR sudah mengusulkan untuk meninjau kembali dan juga mempertanyakan hal yang sama dengan mahasiswa kepada Kementerian Pertanian. Bung Suroyo selaku Tenaga Ahli Komisi IV menambahkan, RUU sampai saat ini mayoritas sudah selesai dibahas, rapat pun terus berjalan bahkan di hari Sabtu Minggu. Dari pertanyaan apakah UU ini akan menjadi UU pengganti, jawabannya ia akan menganti beberapa pasal yang ada di UU tersebut, misalnya UU yang berkaitan dengan pertanian, ada beberapa pasal yang akan diubah namun tidak semuannya. Terkait aspirasi seperti ini, dari kami sendiri sudah banyak berkomunikasi dengan organisasi pertanian yang ada di Indonesia dan sudah banyak menerima masukan, dan juga semuannya sudah  kami sampaikan kepada tim pembahas.

Pada sesi pembahasan reforma agraria, Letsoin menyatakan bahwa peraturan terbaru mengenai reforma agraria yakni Kepres No. 86 Tahun 2018 Tentang Reforma Agraria. Dalam implementasinya masih banyak bertentangan dengan tujuan-tujuan reforma agraria itu sendiri yang memiliki kaitan satu sama lain. Dan yang kita lihat sekarang di lapangan, konflik agraria sangat sulit untuk diselesaikan bahkan hingga bertahun-tahun. Petani selalu menjadi korban, padahal kita sepakat bahwa petani harus dilindungi, karena petani merupakan sumber utama dalam produksi pangan. Kemudian dipertajam oleh Farandika Akbar yang mewakili DPW I dan DPW VI “Konflik yang terjadi di lokasi sengketa ex HGU PTPN II di Seimelingka, kemudian HGU No. 92 seimenkirin yang mencapai 521 hektar ex kolian dimana 260 hektar belum memiliki sertifikat tanah dan diatasnya diduduki oleh 5036 kepala keluarga. Sedangkan konflik di Sumatera Selatan di PT. ARTA PRIGEL di lahan seluas 180 hektar dan di garap oleh 182 kk di Desa Pagan Batu, memakan korban jiwa. Farandika menegaskan bahwa dengan adanya audiensi ini mengajak dan mengawal bersama terutama pada Komisi IV DPR RI dalam mengawasi dan meminta agar tidak terjadi lagi hal-hal konflik seperti ini terhadap petani, dengan melakukan sosialisai-sosialisasi agar petani lebih paham dan merasa terlindungi.

Dr. Endang Setyawati menanggapi bahwa Komisi IV sudah terjun dan keputusannya memang di kepada Komisi II. Kita akui memang hukum lebih tajam ke bawah dan harus kita kritisi bersama. Sejauh ini Komisi IV DPR RI sudah melakukan sosialisasi namun kurangnya sinergi sehingga konflik masih terjadi hingga sekarang dan sulit untuk diselesaikan.

POPMASEPI sebagai wadah perkumpulan mahasiswa pertanian akan terus mangawal jalannya pemerintahan. Apabila terdapat kebijakan yang melukai petani, maka POPMASEPI tentunya akan berada di garis terdepan dalam memperjuangkan hak-hak petani.

 

Penulis : KASTRAD DPP POPMASEPI

Leave a Reply