You are currently viewing Press Release Kajian Online Kastrad POPMASEPI, 21 Maret 2020

Press Release Kajian Online Kastrad POPMASEPI, 21 Maret 2020

“Optimalisasi Kinerja Program KUR dalam Mendorong Perkembangan Usaha Tani, Serta Upaya Pengendalian Kerawanan Pangan Guna Menciptakan SDM Berkualitas”

21 Maret 2020- Bidang Kajian Strategi dan Advokasi (Kastrad) POPMASEPI DPP telah melakukan Kajian Online melalui WhatsApp Group dengan Saudara Sahabudin Letsoin (Kabid KASTRAD DPP) sebagai Pemantik dan saudara Farandika Akbar (Kabid KASTRAD DPW1) sebagai Moderator. Diskusi dimulai pada pukul 19.00 hingga 24.00, diikuti sejumlah 257 peserta.

Kajian ini dilakukan untuk merespon dan mengkritisi kebijakan Pemerintah untuk menerap KUR (Kredit Usaha Rakyat) dalam mendukung pemberdayaan dan pengembangan UMKM melalui skema pembiayaan modal atau investasi, dimana usaha bidang pertanian merupakan bagian dari UMKM. Serta untuk merespon kebijakan pemerintah terkait upaya pengentasan daerah rentan rawan pangan untuk mengendalikan kasus stunting di Indonesia

Diskusi dimulai dengan pemaparan saudara Sahabudin Letsoin mengenai “Optimalisasi kinerja program KUR dalam mendorong perkembangan usaha tani”, Program Kredit Usaha Rakyat yang diluncurkan Presiden pada tahun 2007, Usaha Tani yang merupakan bagian dari UMKM pun merasakan dampak kebijakan tersebut. Penyerapan KUR tahun 2019 sd 31 Desember 2019 mencapai angka Rp140.120.418.000.000 dengan jumlah kreditur 4.729.876 jumlah UMKM.

Menganggapi hal tersebut salah satu peserta diskusi, Nugroho, memberikan tanggapan “Sebenarnya KUR kadang jadi beban masyarakat petani kalangan bawah bahkan ga bisa pinjam karena hambatan jaminan/agunan”. Dia pun menanyakan apakah akses untuk mendapat KUR bagi petani sudah merata ke seluruh Indonesia.

Letsoin pun menanggapi bahwa berdasarkan data Penyaluran KUR Tahun 2020-Januari 2020.

“ Dari data yg ada tampak terlihat penyaluran KUR belum merata, dimana pulau Jawa berada pada ranking tertinggi dengan presentase 57,56%, sedangkan Maluku berada pada predikat terendah yaitu sebesar  0,62%. Terkait hambatan jaminan pengajuan, sebenarnya itu yg menjadi kendala terbesar kenapa petani tidak terlalu siap untuk mengakses pembiayaan KUR karena dianggap berat, termasuk manajemen usaha,  laporan keuangan dan faktor lainnya yang memang tidak terlepas dari keterbatasan SDM petani itu sendiri.”

Terkait hal ini, peserta diskusi, Ilham, memberi taggapan bahwa KUR tentu bisa diakses oleh petani di seluruh Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya seringkali pihak Bank dan petani bertabrakan.

“ Berbagi ilmu yang saya dapat. Jadi, KUR tentu bisa diakses oleh petani di seluruh Indonesia. Kemeterian Pertanian khususnya Direktorat Jenderal Hortikultura sudah bekerja sama dengan Bank Mandiri dan BNI. Untuk Implemetasiya sendiri biasanya dibutuhkan avalis atau perusahaan yag menjamin pelaksanaan KUR itu sediri. Keinginan petani mengakses KUR tanpa agunan sangat bertolak belakang dengan pihak bank yang tidak mau melepaskan asetnya secara cuma-cuma.”

Meski demikian, tidak menutup kemungkinan petani dapat mengakses KUR tanpa anggunan dengan negosiasi yang dilakukan bersama petinggi bank dan disaksikan oleh para pengaju KUR dan avalis. Turut andil pemerintah pun diharapkan dalam menemukan jalan tengan agar kepentingan petani dan kepentingan Bank dapat terpenuhi. Suku bungan dari 7% turun hingga 6% per tahun merupakan kabar baik bagi petani karena menudaha dalam memperoleh modal dengan bunga rendah.

KUR sebagai program yang diterapkan pemerintah dalam merespon pemberdayaan dan pengembangan UMKM melalui skema pembiayaan modal atau investasi dengan beberapa sasaran yg telah ditetapkan. Keberlangsungan program ini perlu dukungan dari berbagai aspek termasuk penyebaran informasi yg tepat untuk menunjang efektifitas program ini. Hambatan yang terjadi berupa kesulitan akses oleh petani, kepentingan yang berbeda dari petani dan Bank diharapkan mencapai titik temu yang akan menguntungkan semua pihak.

Pembahasan selanjutnya merupakan kajian terhadap “Upaya Pengendalian Kerawanan Pangan Guna Menciptakan SDM Berkualitas”. Berdasarkan data FSVA 2018, terdapat 88 kabupaten /kota atau 17,1% dari keseluruhan wilayah Indonesia mengalami kondisi rawan pangan. Kerawanan pangan memiliki dampak yang cukup kompleks (menjadi tanggung jawab berbagai kementerian) , salah satunya dapat menyebabkan terjadinya stunting.

Salah satu peserta, Ziqra bertanya, mengenai koordinasi antar lintas sektor yang terkait dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan. Menurut Pemantik, bentuk koordinasi lintas sektor dapat dilihat pada pilar ke 3 program pemerintah pusat dalam penanganan stunting yaitu Konvergensi,  koordinasi dan konsultasi program nasional.  Dimana melibatkan beberapa kementerian. Dari kementerian kesehatan, perlu adanya perbaikan kualitas dan pelayanan puskesmas /pusyando untuk kepentingan ibu hamil. Pada saat bersamaan,  desa bisa memanfaatkan alokasi khusus dan alokasi dana desa untuk prioritas intervensi stunting, dalam hal ini ada kerjamasama dengan Kementerian Desa.

Menurut Ilham realisasi koordinasi berbagai sektor sering kali terhambat karena adanya egosentoral, tiap kementerian lebih mementingkan kepentingan dari kementerian itu sendiri. Seperti yang sudah terjadi pada Kemendag dan Kementan.

Kasus lain dari minimnya koordinasi kebijakan untuk mengatasi masalah rawan pangan yaitu kasus penganggara dana otsus untuk Provinsi Papua sebesar Rp 5,86 triliun, namun hingga sekarang masih terjadi kelaparan dan kurang gizi. Menanggapi hal tersebu, Letsoin menjawab bahwa kurangnya ketegasan pemerintah melakukan pengawasan pada saat implementasi membuka ruang untuk KKN.

Saat ini, disamping pandangan tentang arti pentingnya pangan yang perlu diperhatikan, nyatanya, masih terdapat beberapa daerah yang belum berhasil mewujudkan ketahanan pangannya. Hal ini akan memicu terjadinya situasi kerawanan pangan daerah. Berbagai kebijakan diterapkan untuk mencegah terjadinya kerawanan pangan. Penting adanya suatu sikap yang mendukung dan memonitoring adanya program-program pemerintah dalam menggalangkan ketahanan pangan daerah agar tercapainya tujuan bersama dalam konteks mengatasi kerawanan pangan di daerah manapun.

Penulis : Nabila Salsabil

Leave a Reply