Di tengah pandemi covid-19 seharusnya masyarakat berdiam diri rumah sebagai mana yang di intruksikan oleh pemerintah,
Namun beda halnya dengan petani-petani yang ada di Kecamatan Mangkutana Kabupaten Luwu Timur yang mengharuskan mereka keluar dari rumah mereka untuk berhadapan dengan perusahan PT.Sinar Indonesia Merdeka dengan perlindungan Brimob, untuk mempertahankan hak atas tanah mereka yang serobot oleh perusahaan tersebut.
Konflik agrari antara masyarakat mangkutana terus menurus berlanjut hingga berujung tindakan represif yang di lakukan oleh aparat Brimob.
Sinar Indonesia Merdeka – Sindoka dan dibackup oleh BRIMOB sementara Perusahaan tidak lagi memiliki HGU. Penelantaran selama puluhan tahun telah menggugurkan hak hukum perusahaan dan sudah seharusnya menjadi objek reforma agraria untuk redistribusi kepada petani-petani yang tidak bertanah, buruh tani ataupun petani berlahan kecil. Hal ini sejalan dengan UU Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3, UU Pokok Agraria No 5 Tahun 1960, TAP MPR No IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam serta Peraturan Presiden No 86 Tahun 2018 Tentang Reforma Agraria,
Selain itu dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 05/2019 mengenai Tata Cara Perizinan Berusaha Sektor Pertanian mempertegas kewajiban adanya Hak Guna Usaha yang harus dimiliki oleh pengusaha.
Permentan ini sesuai dengan putusan MK 138/2015 mengenai Pengujian UU Perkebunan No. 39/2014 dimana dalam pasal 42 disebutkan pembangunan kebun sawit atau pengolahan dapat dilakukan apabila sudah memiliki hak atas tanah (HGU) dan Izin Usaha Perkebunan (IUP). Ini berarti, pelaku usaha kebun wajib mempunyai HGU dan IUP.
Fakta aturan ini jelas tidak dipenuhi oleh PT. Sinar Indonesia Merdeka – Sindoka sehingga setiap tindakan yang dilakukan perusahaan ini adalah illegal dan melawan hukum.
Saya di hubungi salah satu pengurus Pusat POPMASEPI ( Perhimpunan Organisasi Profesi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia) yang di berapa di kota Palopo melaui via whatsap bahwa kurung waktu 1 sebulan 4 kali lahan petani serobot dan di hancurkan oleh perusahaan PT. Sindoka dimana lahan tersebut sebentar lagi akan di panen oleh petani tersebut.
Eskalasi konflik agraria di negeri agraris terus meningkat dari tahun ketahun kebijakan reformasi agraria yang menjadi prioritas Presiden Joko Widodo belum menyentuh esensinya untuk rakyat panggangan masih jauh dari bara api.
Sekiranya pemerintah Kabupaten Luwu Timur beserta jajarannya segera menyelesaikan konflik tersebut agar tak berkepanjangan, dan Kapolres Kabupaten Luwu Timur agar memberikan teguran keras kepada anggotanya yang melakukan tindakan intimidasi dan represif kepada masyarakat setempat.
Oleh : Syamsuriadi (Ketua DPW 5 POPMASEPI)
Daftar pustaka.
#Konsorsium Pembaruan Agraria Wilayah Sulawesi Selatan