Press Release Kajian Online Kastrad, 11 April 2020
11 April 2020- Bidang Kajian Strategi dan Advokasi (Kastrad) DPP POPMASEPI telah melakukan Kajian Online ke-dua melalui Line Group dengan Saudara Andi Irwansyah (Staff Bidang KASTRAD DPP) sebagai Pemantik dan saudara Gian Grestiana (Kabid KASTRAD DPW2) sebagai Moderator. Tema diskusi kali ini adalah “Omnibus Law untuk petani & buruh : memberdayakan atau membahayakan?”. Diskusi dimulai pada pukul 19.00 hingga 21.22, diikuti sejumlah 138 peserta.
Diskusi dimulai dengan pengantar dari saudara Andi Irwansyah mengenai Omnibus Law, yang di Indonesia pertama kali disinggung pada saat pidato pelantikan Presiden Joko Widodo pada Oktober 2019 lalu. UU Omnibus Law dibuat dengan dalil ingin merevisi beberapa undang-undang bahkan puluhan UU yang menghambat penciptaan tenaga kerja.
Dari dalam Omnibus Law terdapat 11 Klaster pembahasan dan berdampak pada 79 UU yang akan direvisi. Sektor ketenagakerjaan dan pertanahan paling sering menjadi polemik. Di klaster pembahasan ketenagakerjaan, tidak adanya kepastian kerja tercermin dari outsourcing & kerja kontrak seumur hidup tanpa batas, PHK bisa dilakukan dengan mudah, TKA buruh kasar yang tidak memiliki keterampilan berpotensi bisa masuk di indonesia. Di sektor pertanahan, pasal 44 UU nomor 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di ubah dalam Omnibus Law : Tanah-tanah yang sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian berkelanjutan dilarang dialihfungsikan. Untuk tujuan proyek pembangunan dan kepentingan umum dapat dialihfungsikan dan justru akan berdampak kehidupan sosial masyarakat tani, berdampak pada lingkungan, penggusuran dan tindakan kriminalisasi terhadap masyarakat akan meluas.
Andi menanggapi pertanyaan dari Reza mengenai ketentuan UU a quo yang akan berubah bila Omnibus Law diterapkan. Merujuk pada pembahasan omnibus law secara mendalam, maka ketentuan yang ada pada UU a quo yang dimaksud akan mengubah beberapa ketentuan, karena dalam penyampaiannya pada saat pidato, Jokowi menyampaikan 3 ancaman yaitu hajar penghambat investasi, copot pejabat yang tak efisien, dan bubarkan lembaga yang tak bermanfaat.
Doni Irwansyah memberikan pandangannya, bahwa bagi yang setuju Indonesia memang sedang dilanda over-regulasi. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mencatat, pada masa pemerintahan Jokowi hingga saat ini, telah terbit 10.180 regulasi. Data inilah yang menjadi salah satu pertimbangan setuju dengan Omnibus Law.
Omnibus Law mendorong upaya perkuat perekonomian nasional melalui penciptaan lapangan kerja dan pemberitan fasilitas perpajakan. Salah satu fokusnya, adalah untuk menciptakan pekerjaan bagi 7 juta penganggur yang ada. Dampak ke pertanian hanya dari sisi berkembangnya sektor investasi dan kemajuan pergerakan ekonomi.
Bagi yang tidak setuju atau menolak omnibus law, beralasan paling tidak menurut kacamata dan versi Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) ada 9 (sembilan) poin kontroversial dan dampak negativ omnibus law. Untuk itu KSPI menolak draf Omnibus Law Cipta Kerja yang telah diserahkan pemerintahan ke DPR. Berikut ini sembilan poin kontroversial tersebut:
Hilangnya upah minimum, hilangnya pesangon, PHK sangat mudah dilakukan, karyawan kontrak seumur hidup, outsourcing seumur hidup, jam kerja yang eksploitatif, tenaga kerja asing (TKA), buruh kasar, unskill worker, berpotensi bebas masuk ke Indonesia, hilangnya jaminan sosial, dan sanksi pidana hilang, dalam UU 13/2003, pengusaha yang tidak memberikan kepada pekerja/buruh yang memasuki usia pensiun, dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau dengan denda paling sedikit 100 juta dan paling banyak 500 juta. Dalam RUU Cipta Kerja sanksi pidana ini dihilangkan.
Dampak ke pertanian dari sisi hilangnya hak-hak yang di berikan pemerintah kepada masyarakat seperti hak subsidi pemerintah, dan menambah angka persaingan ketenagakerjaan. Kesembilan poin kontroversial dan dampak yang sudah disebutkan sangat tidak pro kepada rakyat, khusunya masyarakat tani dan buruh. Alasan lain kenapa kita harus menolak Omnibus Law ini karena dia justru tidak memberdayakan tapi membahayakan dengan dampak yang akan terjadi ketika RUU ini memang disahkan.
Penulis:
Nabila Salsabil
SEKBID KASTRAD DPP POPMASEPI