PERNYATAAN SIKAP HARI TANI NASIONAL – POPMASEPI

Tanggal 24 September setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Tani Nasional (HTN). Sejarah Hari Tani Nasional bermula pada tahun 1960, yaitu saat disahkan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) yang mengatur tentang hak-hak dan kewajiban kaum tani, mengatur hak atas tanah, hak atas sumber-sumber agraria untuk dikelola dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran petani dan Bangsa. Penetapan Hari Tani Nasional berdasarkan keputusan Presiden Soekarno tanggal 26 Agustus 1963 No 169/1963 menandakan pentingnya peran dan posisi petani sebagai entitas pembangunan Bangsa.
Berdasarkan perkembangan pertanian dalam konteks kekinian, masih terdapat permasalahan-permasalahan yang juga turut mempengaruhi nasib petani menjadi semakin tidak menentu. Sebut saja program Food Estate (lumbung pangan) yang menuai kontroversi, RUU Omnibus Law yang masih hangat diperbincangkan, dan konflik pertanahan di beberapa wilayah yang tak kunjung selesai.
Program Food Estate (lumbung pangan nasional) di Kabupaten Pulau Pisang dan Kapuas, Kalimantan Tengah merupakan salah agenda yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Pemerintah tahun 2014-2019. Faktor utama
pendorong percepatan realisasi Food Estate yakni peringatan dari FAO terkait kelangkaan pangan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19, sehingga Food Estate kemudian dijadikan sebagai salah satu program strategis nasional 2020-2024.
Rencananya Food Estate akan dibangun di atas lahan seluas 178 Ha, dimana pada bulan Oktober penggarapan tahap pertama baru dimulai di atas lahan seluas 30 ribu Ha dengan pembagian 10 Ha di Pulau Pisang, sedangkan 20 ribu Ha di Kapuas. Sisanya, 148 Ha rencananya akan dibangun pada tahap kedua. Sesuai kesepakatan awal, penyelenggaraan program Food Estate mestinya dibawah komando Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi, dimana akan ditangani langsung oleh Kementerian Pertanian, kemudian dibantu oleh Kementerian BUMN, dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Namun belakangan ini Jokowi menunjuk Menteri Pertahanan, yakni Prabowo Subianto untuk mengambil alih proyek lumbung pangan senilai 6 triliun tersebut. Penunjukkan Prabowo sebagai nahkoda Food Estate mengundang berbagai polemik, karena secara kelembagaan, tugas dan fungsi pokok Kementerian Pertahanan tidak berkaitan langsung dengan ketersediaan pangan. Ditambah lagi pihak Kementerian Pertahanan telah mengkonfirmasikan bahwa penggarapan lahan juga melibatkan personil
TNI, hal tersebut menandakan bahwa program Food Estate tidak diprioritaskan untuk petani.
Di lain sisi program Food Estate diutamakan untuk memproduksi komoditas padi dan jagung, dengan demikian ketergantungan konsumsi nasional terhadap beras akan terus berlanjut, sehingga program diversifikasi pangan semakin sulit untuk diwujudkan.Adapun isu terkait Omnibus Law yang memberikan dampak bagi petani dan pertanian. Omnibus Law “ melucuti” empat undang-undang penting sektor pangan yaitu UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, UU No. 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, serta UU No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura. Revisi atas keempat UU tersebut sebagaimana dalam Omnibus Law (RUU Cipta Kerja) dicurigai akan melonggarkan aturan impor pangan.
Dalam UU Pangan, pada pasal 1 nomor 7 tentang definisi Ketersediaan Pangan, secara tegas menyebut adanya syarat dan kondisi bagi impor, yakni dapat dilakukan apabila pangan dari hasil Produksi Dalam Negeri dan Cadangan Pangan Nasional tidak mencukupi.
Sementara dalam Omnibus Law syarat dan kondisi tersebut dihilangkan. Sehingga kedudukan pangan hasil impor menjadi sederajat dengan pangan hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional.
Kondisi petani semakin tidak menentu dengan munculnya berbagai konflik agraria, seperti yang terjadi di Kalimantan Tengah antara masyarakat adat Kinipan dengan PT Sawit Mandiri Lestari (PT SML). Kasus ini sudah lama terjadi, yakni pada tahun 2005 silam, namun sampai tahun 2020 sekarang kasus ini tidak dapat diselesaikan, bahkan menjadi pembicaraan nasional setelah terjadi penangkapan terhadap ketua adat yaitu Effendi
Buhing.
“Pada 26 agustus 2020, siang, petugas kepolisian datang ke rumah effendi buhing, ketua adat komunitas laman kinipan di lamandau, kalimantan tengah. polisi menangkap effendi buhing atas tudingan pencurian alat milik perusahaan sawit, pt sawit mandiri lestari. perusahaan ini sejak lama berkonflik lahan dengan komunitas adat kinipan”
Adapun kasus lain di Desa Pagar Batu, Kecamatan Pulau Pinang, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, dimana petani tewas di tangan petugas keamanan perusahaan sawit (PT. Arta Prigel ), yang memperkarakan lahan seluas sekitar 180,36 hektar dan digarap 182 kepala keluarga dari Desa Pagar Batu. Warga Desa Pagar Batu, Lahat, Sumatra
Selatan melakukan pendudukan kembali atas tanah mereka yang digusur PT. Artha Prigel akhir Maret lalu. Hal ini menandai peringatan 40 hari kematian dua warga, Putra (33) dan Suryadi (36) akibat konflik dengan pihak perusahaan.
Aksi pendudukan ini sebagai tanda warga tidak mundur dalam konflik agraria seluas 180,31 hektar dengan PT. Artha Prigel meski telah menelan dua korban nyawa. Di Lokasi, terlihat sekumpulan warga menutup sebuah jalan di lokasi konflik dengan
mendirikan pagar menggunakan dahan pohon. Warga mengikatkan dua spanduk pada pagar
tersebut, salah satunya berisi rekomendasi DPRD Kabupaten Lahat kepada Pemkab Lahat.

Berdasarkan beberapa permasalahan yang telah dijabarkan, maka POPMASEPI menyatakan sikap sebagai berikut :
1. Mendesak pemerintah untuk mengkaji kembali program Food Estate, sehingga dana 6
triliun yang dianggarkan tepat sasaran, turut memberdayakan petani, dan mendukung terwujudnya diversifikasi pangan.
2. Mendesak pemerintah untuk membatalkan pembahasan RUU Omnibus Law, agar fokus kinerja lebih terarah kepada penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi negara sebagai akibat dari pandemi Covid-19 yang masih berlangsung.
3. Hentikan kekerasan, diskriminasi dan intimidasi terhadap petani dan masyarakat adat. Demikian penyampaian dari kami, ikhtiar perjuangan memperingati Hari Tani Nasional merupakan suatu keharusan demi perubahan nasib kaum tani se-Indonesia ke arah yang lebih berdaya. Semoga kondisi pertanian Indonesia akan adidaya di usia yang emas, yakni 100 tahun merdeka.

Baca dan unduh Naskah Hari Tani Nasional oleh POPMASEPI secara lengkap di bawah ini

⬇️⬇️⬇️

NASKAH HARI TANI NASIONAL

Leave a Reply