Oleh: Sahabudin Letsoin
Kabid Kastrad DPP POPMASEPI
Pangan menjadi salah satu isu global paling krusial karena berkaitan langsung dengan kebutuhan primer manusia. Kendati demikian, dalam upaya pencapaian kebutuhan pangan tersebut terdapat persoalan-persoalan, baik yang dihadapi rumah tangga masyarakat, maupun yang dihadapi negara. Di Indonesia, berbagai kebijakan pertanian yang diberlakukan oleh pemerintah bertujuan untuk mengoptimalkan sumber daya agraria yang ada, demi mewujudkan cita-cita tertinggi bangsa di sektor pertanian, yakni kedaulatan pangan.
Berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, dijelaskan bahwa kedaulatan pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat, dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal. Kedaulatan pangan mengindikasikan bahwa negara sudah kokoh di bidang pangan, yang sumber produksinya total berasal dari dalam negeri. Negara yang tidak lagi melakukan aktivitas impor pangan memiliki fokus lebih dalam pemberdayaan dan pengembangan petani, artinya kedaulatan pangan berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan petani.
Upaya pemerintah dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan nasional terus dilakukan, terutama komoditas beras yang notobenenya sebagai pangan pokok masyarakat Indonesia. Berkaitan dengan ketersediaan beras selama masa pandemi Covid-19, pemerintah memiki argumentasi dan data yang meyakinkan, bahwa stok beras nasional masih bisa terpenuhi. Selain itu, pemerintah juga melakukan terobosan seperti Food Estate di beberapa daerah yang ditangani langsung oleh beberapa kementerian.
Pada realitasnya, pemerintah telah menyepakati membuka kembali kran impor beras sebesar 1 juta ton di tahun 2021 ini, melalui rapat terbatas. Berdasarkan konfirmasi Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi dan Kementerian Perdagangan, impor tahun ini dilakukan untuk mengamankan stok beras pasca penyaluran bansos, serta mengantisipasi pandemi Covid-19 dan bencana banjir. Kemudian dari 1 juta ton tersebut, 500 ribu ton diantaranya dialokasikan untuk Beras Cadangan Pemerintah (BCP), dan 500 ribu ton lagi disesuaikan dengan kebutuhan Bulog.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras dalam negeri mencapai 31,31 juta ton tahun 2019, kemudian meningkat menjadi 31,33 juta ton di tahun 2020. Lebih lanjut, BPS memperkirakan produksi padi pada periode Januari-April 2021 mencapai 25,37 juta ton GKG, atau mengalami peningkatan sebesar 5,37 juta ton (26,88%) dibandingkan tingkat produksi padi tahun 2020 di periode yang sama, yakni 19,99 juta ton GKG. Angka proyeksi ini terbilang sangat signifikan, sehingga produksi beras sebesar 31,33 juta ton pada tahun 2020, secara optimis tentu akan mengalami kenaikan juga di tahun 2021.
Food Estate merupakan salah satu program unggulan pemerintah di bidang pertanian, untuk meningkatkan produksi beras di dalam negeri, terutama Food Estate yang berlokasi di Provinsi Kalimantan Tengah. Program Food Estate yang sudah berjalan semenjak Oktober 2020 sudah memasuki masa panen raya perdana pada Februari 2021. Kementerian Pertanian mencatat luas lahan yang sudah dipanen sebesar 1200 hektar, dari total 10 ribu hektar yang digarap di Pulau Pisang. Produktivitasnya mencapai 5-5,5 ton gabah per hektar. Sedangkan panen raya jilid 2 akan dilakukan pada pekan kedua bulan Maret di Pulau Pisang, dan juga di Kapuas yang angka penggarapannya sebesar 20 ribu hektar. Berdasarkan perkembangannya sejauh ini, Program Food Estate turut memberikan kontribusi terhadap angka produksi beras dalam negeri, artinya tujuan pemerintah menjaga pasokan beras di masa krisis melalui program ini sudah mulai terlihat.
Pasokan beras tahun 2021 juga bersumber dari surplus beras tahun sebelumnya, yakni 6 juta ton. Ditambah lagi Indonesia akan memasuki panen raya tahunan yang jatuh pada pertengahan Maret sampai bulan April.
Berdasarkan uraian data-data yang ada, sangat tidak masuk akal apabila pemerintah hendak membuka kembali kran impor beras 1 juta ton dengan alasan-alasan yang tidak substansial. Artinya, impor beras tahun 2021 ini tidak perlu dilakukan, karena sangat kontradiktif dengan data beras yang sangat meyakinkan dari pemerintah sendiri. Di lain sisi petani sedang menyambut masa panen raya, jika impor beras tetap dilakukan, maka akan berpengaruh terhadap equilibrium permintaan dan penawaran beras, dalam hal ini petani akan dirugikan karena harga beras mengami penurunan.
Keputusan yang tidak transparan dari pemerintah tersebut membuat publik terus bertanya-tanya. Ditambah lagi ego sektoral yang dimainkan secara terus-menerus, menjadi biang sering munculnya kebijakan kontroversial, termasuk impor beras.
Pemerintah semestinya lebih bijaksana dalam berkebijakan, berdasarkan Pancasila yang menegaskan Indonesia sebagai negara berketuhanan dan berbudi luhur. Petani sudah sepenuhnya berjuang untuk meningkatkan kesejahteraannya, sehingga diperlukan aturan-aturan yang secara penuh mengarahkan nasib petani ke arah ideal yang dicita-citakan. Dengan demikian, Indonesia juga akan menyandang predikat sebagai negara yang berdaulat pangan.