Hari Perjuangan Petani Internasional

Sejarah mencatat sebanyak 19 orang tewas dan 60 orang luka berat dalam tragedi yang terjadi pada 17 April 1996 di El Dorado dos Carajas, Brazil. Kala itu polisi menembaki petani tak bertanah yang mempertahankan haknya untuk memproduksi pangan dan menuntut akses tanah. Sejak tragedi tersebut, La Via Campesina menetapkan tanggal 17 April diperingati sebagai Hari Perjuangan Petani Internasional.

Mempertahankan hak dan akhirnya harus merasakan pahitnya hidup karena tidak adanya keberpihakan menjadi dilema tersendiri bagi kaum tani. Perjuangan dari bawah yang dilakukan petani saat itu adalah bagian dari kegelisahan akan masa depan pertanian. Kejadian di Brazil tersebut menjadi titik tolak bagi jutaan petani di berbagai belahan dunia untuk menyatakan bahwa suara petani masih ada dan perlu diperhitungkan.

Perjuangan para petani terus berlanjut dari tataran negara hingga dunia. Di Indonesia sendiri ditandai dengan diadakannya Konferensi Nasional Pembaruan Agraria untuk Perlindungan dan Pemenuhan Hak – hak Asasi Petani di Cibubur Jakarta tahun 2001. Melalui forum tersebut, berbagai lapisan gerakan rakyat yang punya kepedulian terhadap petani dan pertanian menetapkan tanggal 20 April sebagai “Hari Hak Asasi Petani Indonesia”. Hal ini memberikan angin segar dalam perjuangan, mengindikasikan suara yang diharapkan sebagai titik awal menyatakan ada hak hak petani yang harus dipenuhi. Penyuaraan hak hak petani ini diharapkan menjadi awal perubahan dan menuju lenyapnya kekerasan terhadap petani di berbagai belahan dunia.

Kekerasan terhadap petani bisa dikatakan bagian dari ketidakdewasaan pemerintah terhadap hukum. Dikatakan demikian, karena saat ini banyak konflik agraria yang mengakibatkan petani kehilangan lahan untuk dikelola. Seperti halnya disepanjang tahun 2019, berdasarkan catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) tercatat 279 konflik lahan.  Data KPA juga menunjukan, ratusan konflik lahan mengakibatkan 258 petani dan aktivis agraria mengalami kriminalisasi, 211 orang mengalami penganiayaan dan 2 orang tertembak. Misalnya, kasus pergusuran lahan di Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir, Sumatra Utara. Kasus serupa juga terjadi belum lama ini di Desa Pagar Batu, Kecamatan Pulau Pinang, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan. Konflik antara PT.Arta prigel dan warga Desa Pagar Batu menewaskan 2 orang dan 2  luka-luka. Serta semakin luasnya lahan pertanian yang dialihkan untuk pembangunan infrastruktur dan properti-properti serta industri milik swasta seakan mengabaikan lahan pertanian untuk pangan. Banyak kegelapan terungkap dalam film dokumenter Sexy Killer, dimana terjadi kecurangan yang dilakukan oleh negara dan para pengusaha yang berkuasa terhadap petani kecil melalui skema batu bara dan PLTU. Menyikapi ini, maka perlu adanya perbaikan pengelolaan lahan pertanian dan penegasan pengakuan dunia terhadap hak petani.

Oleh sebab itu, tujuan perjuangan petani akan pertanian ini sesungguh erat kaitannya dengan kedaulatan pangan. Karenanya, keberadaan petani harus diperjuangkan. Petani butuh perlindungan dan pengembangan. Sudah seharusnya petani mendapatkan hak mereka sebagai petani, dengan tidak merampas lahan pertanian atau tidak mengalihkan fungsi lahan menjadi pembangunan industri skala besar atau proyek infrastruktur. Perjuangan ini menjadi tanggung jawab bersama atas nama pangan dan kemanusiaan, melalui sumbangsi gagasan ataupun sentuhan tangan.

 

Oleh: Kastrad DPP POPMASEPI

Leave a Reply