Impelementasi Food Estate Humbahas, Sumut: Berhasil atau Tidak?

Oleh: Bidang Kajian Strategis dan Advokasi DPW I POPMASEPI

Pangan adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi manusia untuk kelanjutan hidupnya. Olehnya itu, terpenuhinya pangan menjadi hak asasi bagi setiap orang. Sehingga ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Ketersedian pangan tersebut dapat dipenuhi dari tiga sumber yaitu, produksi dalam negeri, pemasukan pangan, dan cadangan pangan.

Ketahanan pangan nasional dapat dinyatakan aman, jika Pemerintah dapat menjamin ketersediaan pangan untuk konsumsi dan masyarakat mampu membelinya (harga terjangkau). Maka untuk mencapai kondisi tersebut dibutuhkan produksi secara massal dalam waktu yang bersamaan, yang akan mengakibatkan semakin murah harga barang-barang tersebut. Skema inilah yang disebut dengan food estate.

Menurut Kaprodi S3 Ilmu Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian UGM, pengertian  food estate secara harfiah merupakan kegiatan usaha perkebunan atau pertanian pangan. Dengan kata lain, food estate merupakan rencana pengembangan terintegrasi antara pertanian, perkebunan, dan peternakan di suatu kawasan. Food estate ini juga merupakan rencana pengembangan yang akan masuk ke Rencana Strategis Nasional sebagai upaya mencapai ketahanan pangan dan dilakukan dibawah Kementerian Pertanian (Kementan) dengan perlibatan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Pertahanan (Kemhan).

Konsep dasar food estate diletakkan atas dasar keterpaduan sektor dan subsektor dalam suatu sistem agribisnis dengan memanfaatkan sumber daya secara optimal dan lestari, dikelola secara professional, seperti sumber daya manusia yang berkualitas dan teknologi tepat guna, serta sistem agribisnis yang berakar kuat di pedesaan berbasis pemberdayaan masyarakat adat/lokal yang merupakan landasan dalam pengembangan wilayah. Pemerintah mengharapkan agar food estate dapat menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan karena kebutuhan pangan semakin terjangkau dan dapat diakses oleh masyarakat luas.

Salah satu daerah program food estate diadakan di Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Tujuan dari diadakannya Program food estate berbasis hortikultura ini adalah untuk membangun kawasan hortikultura terpadu yang berdaya saing, ramah lingkungan dan modern, mendorong sinergitas dengan stakeholders dalam pengembangan food estate berbasis hortikultura, serta mendorong terbentuknya kelembagaan petani berbasis korporasi. Menteri Pertanian Indonesia, Syahrul Yasin Limpo, menyatakan bahwa pengembangan kawasan food estate berbasis Hortikultura ini menjadi salah satu program super prioritas Kementrian Pertanian (Kementan) Indonesia. Tanaman kentang, bawang merah dan bawang putih menjadi komoditas utama yang dikembangkan pada program food estate ini.

Pengembangan pangan skala besar (food estate) mulai jalan di Sumatera Utara. Di provinsi ini, pemerintah mencanangkan food estate sekitar 61.042 hektar, melingkupi empat kabupaten, yakni, Humbang Hasundutan, Pakpak Barat, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Utara. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, juga mencanangkan kebun raya 1.150 hektar dan taman sains herbal 500 hektar.

Tepat pada tanggal 25 April 2021, Bidang Kajian Strategis dan Advokasi DPW I POPMASEPI melakukan kunjungan ke daerah food estate di Desa Ria-ria, Humbang Hasundutan, Sumatra Utara. Lahan food estate di Desa Ria-ria dalam keadaan tidak ditanami oleh tanaman dikarenakan baru saja dilaksanakan pemanenan pertama kali. Kami menemukan kondisi lahan tersebut sedang ditanami oleh tanaman pakis dan hama lainnya.

Kami berhasil melakukan wawancara dengan beberapa petani dikawasan food estate tersebut. Mereka menyatakan bahwa kehadiran food estate ini membantu keberlangsungan kehidupan mereka, seperti dengan keberadaan food estate ini menyebabkan terjadinya peningkatan infrastrukstur di Desa Ria-ria. Masyarakat Desa Ria-ria juga dibantu dalam masalah pengurusan sertifikat kepemilikan tanah mereka. Namun, kegiatan pengurusan sertifikat ini tidak bisa dilaksanakan secara menyeluruh, dikarenakan masih terdapat beberapa keluarga yang belum melaksanakan pembagian tanah warisan, sehingga beberapa keluarga menolak dilakukan pengurusan sertifikat ini. Masyarakat Desa Ria-ria ini juga mengalami kesulitan dalam kegiatan pengolahan lahan mereka yang menyebabkan mereka harus melaksanakan kegiatan pengolahan lahan lebih dari sekali dan dibantu oleh alat-alat berat. Hal ini disebabkan karena pada awalnya, lahan tersebut ditumbuhi oleh semak belukar, tanaman pakis serta gulma.

Para petani food estate Desa Ria-ria sudah berhasil melakukan panen pertama kali di bulan , dimana diperoleh untuk tanaman kentang sebanyak 15 ton/hektar, serta tanaman bawang putih dan bawang merah sebanyak 5,8 ton/hektar. Namun, dengan hasil yang cukup besar tersebut ini masih saja digolongkan belum terlalu memuaskan. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti lahan mereka yang masih pertama kali digunakan untuk bercocok tanam sehingga masih membutuhkan waktu beradaptasi, serta para petani yang belum handal mengurus lahan yang luas, terutama lahan hortikultura. Para petani di Desa Ria-ria tersebut sudah terbiasa mengambil hasil hutan andaliman dan kemenyan, serta menanam tanaman semusim untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Sebagian dari hasil penanaman perdana food estate tersebut digunakan para petani untuk menjadi bibit penanaman selanjutnya.

Permasalahan utama dalam kegiatan food estate di Desa Ria-ria ini adalah kurangnya perhatian pemerintah terhadap petani dalam pengolahan tanamanan hortikultura skala besar, yang dimana masih didapatkan minimnya pengetahuan petani terhadap tanaman hortikultura. Kami dari Bidang Kajian Strategis dan Advokasi DPW I POPMASEPI berharap bahwa pemerintah agar lebih menaruh perhatian kepada permasalahan ini dan mendatangkan para penyuluh guna membantu para petani dalam pengolahan tanamanan hortikultura.

Leave a Reply