DUKUNG IMKM, DPW I BERSIKAP: MARI BANTU PAK BONGKU !

KOMPAS.Com (26/5) Pak Bongku adalah seorang petani berusia 58 tahun, warga Suku Sakai di Dusun Suluk Bongkal, Desa Koto Pait, Kecamatan Pinggir, kabupaten Bengkalis Riau.

Gara-gara menanam ubi di tanah ulayat yang berada di areal perusahaan, Pak Bongku berurusan dengan hukum hingga berujung penjara.Penasehat Hukum terdakwa dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru, Rian Sibarani mengatakan, Pak Bongku disidang di Pengadilan Bengkalis 24 Februari 2020 lalu.

“Hakim saat itu menyatakan Pak Bongku bersalah dan menjatuhi hukuman satu tahun penjara dan denda Rp 200 juta” kata Rian dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Senin (25/5/2020).

Dia menyebutkan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Pak Bongku melanggar Pasal 82 ayat (1) huruf c Undang-Undang No.18 Tahun 2003 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) yang berbunyi:

“Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun penjara serta pidana denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 2,5 miliar.

Namun, menurut Rian, selama dalam perjalanan sidang, tidak satu pun pasal dalam dakwaan Jaksa dapat dibuktikan. Fakta di persidangan mengungkapkan bahwa Pak Bongku adalah masyarakat adat Sakai yang tinggal tidak begitu jauh dari lokasi penebangan.Pak Bongku menggarap lahan yang merupakan tanah ulayat yang saat ini diperjuangkan dan berada di areal Konsesi Hutan Tanam Industri (HTI) PT Arara Abadi II, grup PT Sinar Mas di Dusun Suluk Bongkal, Desa Koto Pait, Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis.Kemudian, pada Minggu 3 November 2019 silam, Pak Bongku ditangkap oleh security PT Arara Abadi dan selanjutnya ditahan oleh Kepolisian Sektor (Polsek) Pinggir, Bengkalis.

“PT Arara Abadi mengatakan bahwa tanah tersebut adalah tanah miliknya. Sementara  Pak Bongku juga berhak atas penggunaan tanah tersebut, karena itu tanah leluhur. Tanah yang digarap Pak Bongku tidak luas,  cuma setengah hektar untuk dimanfaatkan  menanam Ubi,” sebut Rian.

Menurut Rian, Pak Bongku hanyalah masyarakat awam, yang kurang mengerti hukum karena kurang mengenyam pendidikan. Begitupun juga dengan suku-suku Sakai yang ada di Dusun Suluk Bongkal, yang nasibnya kurang beruntung, karena kurangnya pendidikan dan literasi.

“Kasus Pak Bongku ini adalah contoh kecil dari realita yang ada.Entah mengapa pemerintah terus diam dengan kasus ini,” kata Rian. 

“Pak Bongku bukanlah orang kaya, bukanlah orang yang kenyang pendidikan.Beliau hanyalah masyarakat miskin, tak punya tanah yang luas untuk ditanami sawit yang bisa menghasilkan uang. Pak Bongku hanyalah masyarakat asli suku Sakai di sana yang seharusnya dilindungi keberadaannya, tapi  malah justru dirampas haknya,” lanjut Rian.

Humas PT Sinar Mas Nurul Huda menjelaskan, awal dan penyebab sengketa terjadi sejak tahun 2001 silam.Kala itu, masyarakat Adat Suku Sakai mengklaim bahwa lebih kurang 7.158 hektar lahan yang mencakup area HTI PT Arara Abadi seluas 327,2 hektar, adalah lahan ulayat dua pebatinan, yaitu Batin Beringin dan Batin Penaso. Menanggapi klaim tersebut, PT Arara Abadi sepakat untuk melakukan pengecekan lapangan bersama perwakilan masyarakat.

“Dari proses ini, diketahui bahwa lahan tersebut sebelumnya tidak pernah dikuasai oleh masyarakat Suku Sakai, yang ketika itu hanya menempati Desa Penaso, Sialang Rimbun, dan Muara Basung,” kata Nurul dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Senin.

Bahkan, sambung dia, lahan yang diklaim dan ditunjuk oleh masyarakat Suku Sakai yang dimaksud ternyata sebagian besar sudah dikuasai oleh pihak ketiga.Meski demikian, antara tahun 2001 hingga 2019, sejumlah oknum masyarakat Suku Sakai terus berupaya menduduki lahan tersebut dan menghentikan kegiatan operasional perusahaan. Nurul melanjutkan, penyelesaian dan hasilnya dalam kegiatan operasionalnya, PT Arara Abadi selalu berpegang pada batas konsesi sesuai izin yang diberikan oleh pemerintah serta hukum dan perundang-undangan yang berlaku.

“Sejak tahun 2013, PT Arara Abadi juga sudah melakukan pemetaan konflik yang ada di wilayah konsesinya.Termasuk di dalamnya konflik dengan masyarakat Sakai,” ucap Nurul.

Pemberdayaan warga suku Sakai juga telah diupayakan melalui sikap tetap mendukung pemberdayaan masyarakat Sakai.Hal ini dilakukan dengan, antara lain, menjalankan kemitraan pengelolaan tanaman kehidupan di sebagian area SK Menhut atas nama PT Arara Abadi, mempekerjakan masyarakat sebagai tim pencegah kebakaran, serta menjalankan sejumlah program CSR.  Perusahaan juga mengupayakan mediasi, termasuk dengan melibatkan Camat Pinggir dan DPRD Kabupaten Bengkalis pada tahun 2012 dan 2015, hingga mencapai berbagai MoU, Berita Acara dan kesepakatan. MoU berita acara dan berbagai kesepakatan yang telah tercapai tersebut, adalah bukti adanya kesepakatan penyelesaian sengketa yang terjadi ketika itu.

Pada tahun 2016, PT Arara Abadi pun telah melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memfasilitasi mediasi dengan masyarakat Sakai.Sebagai hasilnya, kedua belah pihak menyepakati untuk menyerahkan mekanisme penanganan konflik pada KLHK dan membentuk tim negosiasi.

‘Hingga hari ini, PT Arara Abadi tetap berpegang teguh pada kesepakatan yang difasilitasi oleh KLHK,” terang Nurul.

lbhpekanbaru.or.id. (29/4) Dalam Perjalanannya, kasus ini menyita perhatian publik, akademisi dan Lembaga Pemerhati HAM lainnya. Sampai saat ini ada 6 amicus curiae dari akademisi yang ditujukan pada kasus pak bongku, yaitu dari Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS (Guru Besar Kebijakan Kehutanan,  Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor), Dr. Erdianto, SH.,M.Hum. (Dosen Hukum Pidana Universitas Riau), Dr. Mexsasai Indra, SH., MH (Dosen Pada Program Magister Ilmu Hukum Universitas Riau), Dr. Hayatul Ismi., SH., MH (Dosen Fakultas Hukum Universitas Riau), Zainul Akmal, SH.,MH. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Riau), Grahat Nagara, SH.,MH. (Dosen Hukum Adminitrasi Negara Universitas Indonesia, Dosen Hukum Agraria Sekolah Tinggi Hukum Jentera) & Roni Saputra, SH.,MH. (Peneliti Hukum Yayasan Auriga Nusantara).Dan 1 amicus curiae dari Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM). Dan akan terus bertambah menjelang putusan pengadilan.

Amicus curiae (sahabat pengadilan) adalah pihak yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara,  memberikan  pendapat  hukumnya  kepada  pengadilan.  Keterlibatan  pihak  yang berkepentingan dalam sebuah kasus ini hanya sebatas memberikan opini dalam bentuk brief. Di Indonesia amicus curiae eksis dalam kasus kasus yang menjadi perhatian publik dan membantu pengadilan untuk memperoleh informasi lebih dalam terkait perkara yang sedang diadili.    Saat  ini,  penegakan  hukum  perusakan  hutan  hanya  mampu  menyasar  pada  orang perorangan  yang  miskin  dan  buta  hukum  yang  hanya  menggunakan  lahan  untuk  bertanam tanaman tradisional untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari hari.

Data Panitia khusus (Pansus)  monitoring  lahan  Dewan  Perwakilan  Rakyat  Daerah  (DPRD)  Riau  menyebutkan, pernah melaporkan 190 perusahaan terbukti tidak memiliki izin dasar perkebunan dan NPWP. Pansus menghitung, dari potensi pajak di Provinsi Riau yang mencapai Rp 24 triliun, baru Rp 9 triliun yang mengalir ke kas Negara. Dalam catatan Komisi Pemberantasan Korupsi ada sekitar 1 juta hektar Perusahaan yang mengokuptasi kawasan hutan yang dijadikan perkebunan dan palingbesar  dikuasai  oleh  perusahaan.  Bukan  hanya  mengeruk  kekayaan  bumi  dan  menimbulkan banyak  kerusakan  hutan,  perusahaan-perusahaan  tersebut  juga tidak pernah  membayar  pajak kepada negara selama menguasai hutan. Hal ini diketahui dari banyaknya perusahaan tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), hasil pansus ini tidak diketahui perkembangannya bagaimana dan belum ada perusahaan yang ditertibkan izin serta terkesan dibiarkan mengelola kawasan hutan secara ilegal yang secara nyata bertujuan untuk komersil.

Hal  ini  tentunya  tidak  sebanding  dengan  apa  yang  dilakukan  pak  bongku  untuk kehidupan  sehari  hari  menjadikan  Terdakwa  saat  ini harus  duduk  di  kursi  pesakitan  karena menebang Pohon dengan luasan 0,5 Ha dan berdasarkan Surat Tuntutan Jaksa penuntut umum yang menyatakan bahwa dari perbuatan terdakwa makan Volume Panen PT Arara Abadi menjadi berkurang. Apakah Penegakan Hukum saat ini mementingkan Kepentingan Korporasi dari kepentingan masyarakat?

Perihal kejadian ini, Dewan Pengurus Wilayah (DPW) – 1 mengambil sikap untuk terus berkomitmen memperhatikan dan mengikuti hangatnya isu ini hingga penuntasan permasalahan. Melalui saudara Rizky Fahturahman (Universitas Sumatera Utara) selaku ketua wilayah memaparkan rasa prihatin terhadap apa yang menimpa pak bongku sekaligus memberikan pandangan bahwa peristiwa seperti ini patutnya tidak lagi terjadi untuk kedepannya, minimnya informasi dan pengetahuan masyarakat khususnya masyarakat adat tentang hal semacam ini lagi-lagi harusnya mampu untuk diperhatikan pemerintah. Mengigat meskipun telah berada di era modern, namun masih banyaknya didapati masyarakat-masyarakat kedaerahan di negeri ini yang kehidupan sehari-harinya masih bertumpu pada alam nusantara.

Melalui Bidang Kajian Strategis dan Advokasi (KASTRAD), Saudara Farandika (Universitas Jambi) selaku kepala bidang, menjalin komunikasi dengan keluarga mahasiswa yang tergabung sebagai Ikatan Mahasiswa Kecamatan Mandau (IMKM) untuk kemudian ikut serta membersamai serta tentunya mendukung gerakan yang mereka gagas dengan tujuan untuk menjaga permasalahan ini tetap menjadi perhatian publik serta berperan dalam membuka keran donasi di sosial media untuk keluarga Bongku sebagai dukungan psikis dan ekonomi bagi beliau.

Sejalan dengan apa yang dipaparkan Ketua wilayah, tentunya harapan bersama untuk kedepannya terdapat keadilan yang sama-sama dianggap tidak merugikan kedua belah pihak terutama keluarga Bongku yang memang dalam kehidupan sehari-harinya menaruh harapan besar dari hasil-hasil pertanian seperti yang dilakukan mereka dari tahun ke tahun untuk memenuhi kebutuhannya. Kemudian semoga dari apa yang terjadi, dapat menjadi momentum pemerintah sekaligus penegak hukum di negeri ini untuk giat lagi dalam turun mensosialisasikan produk-produk hukumnya agar dapat ramah bagi semua kalangan masyarakat.

#JusticeForBongku

 

Oleh:

Bidang Kajian Strategis dan Advokasi

Dewan Pengurus Wilayah (DPW) – 1

POPMASEPI

 

REFERENSI

https://www.lbhpekanbaru.or.id/pak-bongku-bukan-pelaku-perusakan-hutan-berikan-keadilan-untuk-masyarakat-adat/

https://regional.kompas.com/read/2020/05/06/09082201/kisah-pak-bongku-dari-suku-sakai-dipenjara-gara-gara-tanam-ubi-di-tanah?page=1

Leave a Reply