BUMP Kelembagaan Bisnis Bersifat Pemberdayaan

Petani merupakan pelaku utama dalam menyelenggarakan usaha tani dalam cakupan pertanian arti sempit (bercocok tanam) maupun arti luas (perkebunan, perikanan, kehutanan, peternakan, pertanian). Petani memiliki hak prerogatif untuk berusaha tani sesuai keinginannya. Kegiatan usaha tani yang dilakukan para petani mayoritas di Indonesia masih mengedepankan kultural dari orang tuanya. Negara agraris kultural masih sangat identik di Indonesia, tetapi ketika melihat data BPS (2018), jumlah petani gurem di Indonesia pada tahun 2013 yaitu 14.248.864 jiwa meningkat pada tahun 2018 yaitu 15.809.398 jiwa. Peningkatan jumlah petani gurem di Indonesia mencapai 10,95%. Hal ini menunjukkan suatu kemirisan di negara agraris yang mayoritas penduduknya adalah petani. Melihat data tersebut, langkah yang harus dilakukan tidak boleh semakin merugikan kalangan petani gurem. Peningkatan kapasitas kelembagaan petani sangat diperlukan untuk memperkuat keberadaan petani gurem. Kelembagaan yang mencakup kondisi sosial ekonomi petani sangatlah penting diperkuat melihat kondisi petani gurem seperti sekarang ini. Dalam pasal 19 UU No. 16 tahun 2006, kelembagaan pelaku utama atau petani dapat berbentuk kelompok, gabungan kelompok, asosiasi, atau korporasi.

Perwujudan kelembagaan petani yang memperhatikan keadaan petani secara sosial ekonomi adalah dengan dibentuknya korporasi. Menurut Kurnia (2004), korporasi petani adalah sebuah kegiatan penggabungan lahan usaha tani yang untuk dikelola secara bersama-sama oleh para petani dan terpadu di dalam satu manajemen. Hal tersebut menunjukkan bahwa kebersamaan petani menjadi kekuatan dalam pembentukan korporasi. Korporasi petani yang mewujudkan cita-cita petani kecil untuk sejahtera diwujudkan melalui Badan Usaha Milik Petani (BUMP).

Konsep BUMP pada awalnya dicetuskan pada tahun 2009 oleh Agus Pakpahan selaku Deputi Menteri Negara BUMN Bidang Agroindustri, Kehutanan, Kertas, Percetakan, dan Penerbitan saat itu, beliau mengangkat semangat koperasi dalam pembentukan BUMP karena pada dasarnya badan usaha ini menggunakan asas kepemilikan saham oleh masing-masing petani sehingga terjadi optimalisasi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumber daya sosial di perdesaan melalui proses oleh wadah koperasi (Pakpahan, 2010).  BUMP ini menjawab kondisi pertanian saat ini yang dianggap tidak menguntungkan dan tidak bernilai harganya. Menurut Pakpahan (2010), kondisi pertanian saat ini ibarat bendungan yang belum memiliki turbin pembangkit listrik sehingga kita hanya memperoleh, misalnya beras dari padi, minyak sawit mentah dari kebun sawit. Padahal potensi untuk menghasilkan energi, pakan ternak, pupuk, papan, dan lainnya sangat besar. BUMP inilah yang akan menjadi turbin pembangkit listrik tersebut sehingga akan menghasilkan hasil lainnya lebih dari apa yang kita nikmati saat ini.

Beberapa daerah di Indonesia kini telah mengembangkan kelembagaan ekonomi petani dalam bentuk Badan Usaha Milik Petani (BUMP). Pembentukan BUMP didasari atas keresahan-keresahan petani yang selalu di bawah karena tidak memiliki daya saing dalam memasarkan dan mengembangkan produknya. Keresahan tersebut di wadahi oleh BUMP, dimana petani dibimbing untuk membentuk dan menjalankan badan usahanya secara berkelompok, sehingga keuntungan yang didapatkan bisa digunakan untuk menaikkan taraf hidup petani. BUMP berbeda dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dilihat dari landasan hukum BUMP yang mengacu dalam UU No. 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani sedangkan BUMDes berlandasan UU No.6 tahun 2014 tentang desa. Terbentuknya BUMDes merupakan suatu kewajiban untuk suatu desa atau dapat dikatakan terbentuknya BUMDesa dalam hal ini secara Top Down, sedangkan pembentukannya BUMP secara Buttom Up. Hadirnya BUMP sangat menguntungkan dalam hal pemasaran, BUMP salah satu bentuk penyederhanaan perputaran pemasaran hasil pertanian. Faktanya, selama ini perputaran pemasaran hasil pertanian mulai dari panen hingga sampai di tangan konsumen bisa mencapai lima – enam rantai. Hal tesebut sangat berdampak dalam masalah harga semakin panjang rantai pemasaran, maka semakin tinggi harga hasil pertanian tersebut di tangan konsumen. Dengan adanya BUMP, rantai pemasaran bisa dipangkas dengan cara hasil pertanian langsung ke BUMP. Dimana BUMP telah bekerjasama dengan perusahaan untuk menjalin bisnis. Umumnya BUMP berbentuk Perseroan Terbatas (PT), sehingga BUMP juga terlindungi oleh UU No. 40 tahun 2007, namun tidak menutup kemungkinan untuk BUMP berbentuk koperasi, semua itu tergantung pada keinginan petani.

Mardikanto (2009) mengenalkan BUMP sebagai hibrid antara lembaga bisnis dan lembaga pemberdayaan. Hal ini bermakna, BUMP bukan hanya sekadar lembaga bisnis yang profesional, tetapi lebih mengutamakan fungsi pemberdayaan masyarakat, khususnya petani. Dalam prespektif BUMP, bentuk upaya pemberdayaan terbagi menjadi empat “pengembangan kapasitas”, yaitu pengembangan kapasitas manusia, pengembangan kapasitas usaha, pengembangan kapasitas lingkungan, dan pengembangan kapasitas kelembangaan. Pengembangan kapasitas manusia berkaitan dengan bagaimana meningkatkan kemampuan sumberdaya petani, kehadiran BUMP merubah perilaku petani dari petani subsisten kearah petani komersil yang semakin maju. Pengembangan kapasitas usaha berhubungan dengan bagaimana peningkatan kemampuan ekonomi dengan berbagai usaha produktif, dengan hadirnya BUMP bisa memperpendek saluran pemasarah dari setiap hasil pertanian dan pengembangan jejaring dan kemitraan. Pengembangan kapasitas lingkungan mengarah kepada keberlangsungan kondisi sumberdaya alam yang serba terbatas agar terciptanya pertanian berkelanjutan dan terpadu. Pengembangan kapasitas kelembangaan lebih bersinggungan dengan organisasi petani yang mampu menjadi wadah yang dapat mendorong kemandirian dan keberdayaan petani, dengan adanya BUMP akan lebih  mengefektifkan kelembagaan-kelembagaan yang sudah ada.

Mengingat kesejahteraan petani merupakan hak yang harus diperoleh oleh petani maka pengembangan kelembagaan ekonomi pertanian adalah salah satu solusi untuk mendapatkan kesejateraan tersebut. Dengan adanya kelembagaan seperti BUMP ini, sangat membantu dalam meningkatkan kemandirian serta kualitas sumber daya petani. Dengan meningkatnya kemandirian dan kualitas sumber daya petani maka akan selalu membuatnya compatible dengan perkembangan zaman.

 

Oleh : Nur Fai’za Alfia N

Mahasiswi Universitas Sebelas Maret

 

Pustaka:

Badan Pusat Statistik. 2018. Hasil Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS) 2018. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Kurnia, Ganjar. 2004. Petani: Pejuang yang Terpinggirkan. Bandung: Unpad Press.

Pakpahan, A. 2010. Inovasi Penting Buat Kaum Bercaping. http://www.aguspakpahan.com/index.php/web/detail_news/36. Diakses pada 6 April 2020.

Pakpahan, A. 2010. Badan Usaha Milik Petani:Membangun Daya Leverage Modal melalui Gotong Royong Modern. Artikel Pengantar Buku BUMP Karya Totok Mardikanto

Pemerintah Indonesia. 2006. UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR  16  TAHUN   2006 TENTANG SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4660. Jakarta: Sekretariat Negara.

Pemerintah Indonesia. 2016. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA    NOMOR 67/PERMENTAN/SM.050/12/2016 TENTANG PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI. Jakarta: Kementerian Pertanian.

Leave a Reply