ANTARA PANGAN DAN WABAH COVID-19

Covid-19 merupakan jenis virus Corona terbaru yang muncul pertama kali pada akhir 2019 di Wuhan, Tiongkok. Selang waktu hingga Maret 2020, Covid-19 telah mewabah ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, Covid-19 pertama kali diumumkan pada tanggal 2 Maret dengan korban 2 orang warga kota Depok.

Sejak kasus pertama diumumkan, terjadi peningkatan angka pasien positif Corona dari waktu ke waktu. Hingga 24 Maret, pemerintah melalui badan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 telah mengumumkan sebanyak 686 pasien positif Corona tersebar di wilayah Indonesia, 55 diantaranya meninggal dunia dan yang sembuh sebanyak 30 orang.

Meningkatnya jumlah kasus Corona menimbulkan kepanikan dalam masyarakat. Kecenderungan menetap di rumah telah mengubah tren perilaku konsumen dalam membeli produk, dimana terjadi pembengkakan kuantitas dalam sekali proses transaksi. Cara demikian dilakukan untuk mengamankan stok kebutuhan rumah tangga dalam waktu yang relatif lebih lama, terutama kebutuhan yang berkaitan dengan kesehatan dan tentunya pangan.

Proses jual beli yang tidak normal dikhawatirkan memicu terjadinya kelangkaan barang kebutuhan di pasar. Konsekuensinya berpengaruh langsung terhadap ketidakseimbangan kurva permintaan dan penawaran (non equilibrium). Di lain sisi, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah menetapkan wabah Covid-19 sebagai bencana nasional dengan tanggap darurat sampai 29 Mei 2020. Artinya, inkonsistensi kondisi sosial ekonomi tersebut akan berlangsung dalam durasi yang cukup panjang.

Himbauan tegas dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Kepolisian turut memberikan efek yamg serius. Imbasnya, beberapa jenis profesi tertentu (bekerja di ruang terbuka) terpaksa berhenti beroperasi, serta adanya risiko PHK karyawan oleh perusahaan. Ditambah lagi umat Islam Indonesia akan segera melaksanakan hajatan Ramadhan yang diperkirakan jatuh pada tanggal 24 April 2020.

Merespon bencana wabah Covid-19 yang berkepanjangan, Pemerintah Pusat fokuskan penanganan pada 3 hal yaitu, keselamatan dan kesehatan masyarakat, bantuan sosial serta pangan. Mengenai keselamatan dan kesehatan masyarakat, pemerintah telah bekerja keras sesuai prosedur medis untuk pencegahan dan pengobatan pasien Covid-19. Bantuan sosial diimplementasikan salah satunya melalui Kartu Sembako yang sasarannya kalangan ekonomi bawah, dimana masyarakat bersangkutan diberikan bantuan tiap bulan senilai Rp200.000 per keluarga. Nominal tersebut masih jauh dari kata cukup apabila dibandingkan dengan menumpuknya kebutuhan rumah tangga dalam sebulan.

Dalam menjabarkan langkah Pemerintah Pusat untuk penanganan Covid-19 yang berkenan dengan pangan, Kementerian Pertanian telah merumuskan 5 strategi. Pertama, penyediaan bahan pangan pokok untuk 267 juta masyarakat Indonesia, terutama beras dan jagung. Kedua, percepatan ekspor komoditas strategis dalam mendukung keberlanjutan ekonomi. Ketiga, sosialisasi kepada petani dan petugas pertanian untuk melakukan pencegahan penyebaran Covid-19 sesuai standar WHO dan pemerintah. Keempat, pengembangan pasar tani di setiap provinsi, optimalisasi pangan lokal, koordinasi infrastruktur logistik dan e-marketing. Kelima, program padat karya agar sasaran pembangunan pertanian dicapai dan masyarakat langsung menerima dana tunai.

Bercermin pada substansialnya kedudukan pangan, maka langkah penanganan bencana Covid-19 yang dilakukan Kementerian Pertanian tersebut sifatnya terlalu umum, belum memperlihatkan suatu strategi jitu yang sebanding dengan bencana besar yang saat ini melanda. Selain itu, fokus kinerja dominan mengarah ke aspek hilir yang sebenarnya bisa diintervensi oleh kementerian dan lembaga lain. Padahal yang harus menjadi prioritas yaitu berkenan dengan sektor produksi dan keamanan pangan.

Menjawab persoalan pangan di tengah wabah Corona, Kementerian Pertanian menampilkan data stok pangan yang disampaikan langsung oleh Dr. Syahrul Yasin Limpo, tertanggal 16 Maret 2020. Terdapat 11 komoditas yang diyakini pasokannya aman selama Maret sampai Agustus, yakni beras, jagung, bawang merah, bawang putih, cabai besar, cabai rawit, daging sapi, daging ayam, telur ayam ras, gula pasir dan minyak goreng. Terdapat beberapa komoditas yang stoknya diimpor, diantaranya bawang putih, daging sapid an gula pasir.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian, ketersediaan beberapa pangan pokok periode Maret sampai Agustus 2020 dengan rincian stok beras sebanyak 25.653.591 ton (kebutuhan 15.099.846 ton), jagung 13.741.071 ton (kebutuhan 9.096.555 ton), bawang merah 1.060.857 ton (kebutuhan 701.482 ton), cabai besar 657.467 ton (kebutuhan 551.261 ton), daging ayam ras 2.063.086 ton (kebutuhan 1.737.216 ton) dan minyak goreng sebanyak 23.392.557 ton (kebutuhan 4.419.180 ton).

Bencana wabah Covid-19 melahirkan problem yang begitu kompleks dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Berbagai upaya solutif yang telah dilakukan pemerintah, mulai dari pencegahan dan pengobatan, bantuan sosial hingga intervensi pangan. Khususnya penanganan dari segi pangan yang dilakukan Kementerian Pertanian, perlu ditingkatkan dan dipertegas lagi dengan memperhatikan 3 pilar ketahanan pangan.

Terkait ketersediaan pangan, Kementerian Pertanian menampilkan data yang begitu meyakinkan. Namun perlu juga memperhatikan aspek keamanan dan kandungan pangan di tengah wabah. Untuk itu, beberapa komoditas hortikultura yang masih diimpor dari Tiongkok sebaiknya dipertimbangkan kembali. Sebagai langkah alternatif, Kementerian Pertanian harus memberikan perhatian lebih kepada petani komoditas yang mengalami kelangkan untuk meningkatkan produktivitas. Intervensinya bisa melalui peningkatan subsidi pupuk dengan penyaluran yang tepat sasaran, serta optimalisasi teknologi pertanian.

Mengenai keterjangkauan pangan baik secara fisik maupun ekonomi. Sesuai himbauan agar semua warga tetap di rumah, maka pemerintah harus menghadirkan suatu teknis yang berkaitan dengan distribusi, bisa melalui e-marketing yang dirancang sedemikian rupa ataupun dengan membentuk badan khusus yang tugasnya mendistribusikan pangan ke setiap rumah. Untuk keterjangkauan secara ekonomi, Kementerian Pertanian bersama beberapa kementerian terkait harus dengan tegas mengawasi kondisi pasar untuk mengantisipasi adanya oknum nakal. Hal tersebut dilakukan guna menjaga stabilitas harga agar tetap terangkau oleh seluruh masyarakat.

Data memilik peran yang sangat penting dalam pengambilan keputusan suatu lembaga. Untuk itu, perlu adanya singkronisasi data antara Kementerian Pertanian, Bulog dan Kementerian Perdagangan terkait stok pangan. Sehingga perdebatan sektoral dalam polemik impor beras periode pemerintahan sebelumnya tidak terulang kembali, mengingat Indonesia sedang berada pada situasi darurat yang tentu membutuhkan ketepatan intervensi.

Apabila semua upaya penanganan dilakukan secara gotong-royong oleh pemerintah dan seluruh elemen masyarakat, mulai dari rana konsep hingga emplementasi, maka yakin sungguh dalam tempo yang singkat, Indonesia akan menjumpai kemenangan dalam pertempuran melawan Covid-19.

 

Oleh: Sahabudin Letsoin (KASTRAD DPP POPMASEPI)

Leave a Reply